Efek Polusi Udara pada Kesehatan Kulit yang Perlu Diwaspadai

Kualitas udara di DKI Jakarta menjadi masalah serius. Tingkat pencemaran udara di Ibu Kota mencapai angka 167, masuk dalam kategori tidak sehat pada Minggu (12/6). Hal ini menjadikan DKI Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Salah satu indikator utama dari polusi udara adalah konsentrasi partikel PM2.5. Sementara Jakarta saat ini mencapai 46,1 µg/m³. Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta 9,2 kali lipat di atas nilai panduan kualitas udara tahunan yang ditetapkan oleh WHO. Tingkat polusi udara yang tinggi memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesehatan kulit.

Dokter spesialias kulit Dr. Arini Astasari Widodo, MS, SpKK, menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran tentang potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh polusi terhadap organ penting pada tubuh dan kulit, yang merupakan organ terluas dan terluar. "Kulit merupakan barrier pertama dari tubuh kita yang akan terkena dampak polusi yang pertama," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/6/2023). Pasar Lama Laut Bakal dan Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin Ditertibkan, Kembalikan Fungsi Jalan

Jatah LPG di Kalsel Masih Menunggu Keputusan Kementerian ESDM, Implementasinya Akan Ditetapkan Pusat Keputusan Juventus Soal Kenan Yildiz Bikin Gelisah Arsenal dan Liverpool di Bursa Transfer Pembatasan Berlaku 1 Januari 2024, Jatah LPG Kalsel Tunggu Keputusan Kementerian ESDM

Intruksi Rahasia Pochettino Ke Nkunku, Kemarahan Aksi Palmer Saat Chelsea Menang di Newcastle Halaman 3 Presiden Jokowi, Panglima TNI, dan Kapolri Bermalam di IKN Efek Polusi Udara pada Kesehatan Kulit yang Perlu Diwaspadai

Rafael Struick Disepelekan ADO Den Haag sebelum Pulang ke Timnas Indonesia Halaman 3 Berikut efek polusi udara yang bisa merugikan kesehatan kulit. Partikulat zat halus misalnya, dapat menembus jauh ke dalam kulit, memicu stres oksidatif dan peradangan.

Partikel partikel polutan yang terdapat dalam udara dapat menyebabkan masalah kulit seperti peradangan, iritasi, dan munculnya berbagai jenis gangguan kesehatan kulit. Dokter yang merupakan konsultan medis dari Dermalogia Klinik ini menjelaskan kulit yang terpapar dengan polutan seperti partikel debu, gas buang kendaraan bermotor, dan polutan industri dapat mengalami peningkatan kekeringan, peradangan, dan kepekaan yang mengarah pada munculnya eksaserbasi pada pasien yang telah memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya karena peningkatan sensitivitas kulit, dan memperburuk kondisi kulit yang sudah ada seperti jerawat, eksim, dan rosacea. Harvard Medical School Alumni ini memaparkan, paparan yang terus menerus terhadap polusi udara juga dapat menyebabkan peningkatan risiko perubahan pigmentasi kulit, seperti hiperpigmentasi atau peningkatan produksi melanin.

"Hal ini dapat menyebabkan memudahkan timbulnya masalah bintik/bercak gelap pada kulit yang terpapar secara langsung dengan polutan," ungkap dokter Arini Paparan polutan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) dan senyawa organik volatil (VOC) dapat mengganggu fungsi penghalang alami kulit. Hal ini mengompromikan kemampuannya untuk menjaga kelembapan, menyebabkan kulit kering, iritasi, dan penghalang kulit yang terganggu yang rentan terhadap kerusakan lebih lanjut dari faktor eksternal.

Kualitas udara yang buruk juga berkontribusi pada peningkatan risiko penuaan dini dan kerusakan kulit. Polutan udara, seperti partikel halus (PM2.5) dan polutan oksidatif, dapat merusak kolagen dan elastin dalam kulit, menyebabkan keriput, garis halus, dan kehilangan kekencangan kulit. Ia pun menyoroti pentingnya inisiatif publik dan pemerintah dalam menangani masalah masalah kulit terkait polusi. Mendorong pengurangan emisi dan regulasi yang lebih ketat terhadap polutan industri dapat membantu mengurangi dampak merugikan polusi terhadap kesehatan lingkungan dan kulit.

"Sangat penting untuk memahami bahwa polusi tidak hanya mempengaruhi lingkungan kita, tetapi juga memberi dampak buruk pada kesehatan dan penampilan kulit kita," harap Dosen dan peneliti Fakultas Kedokteran UKRIDA Departemen Kulit ini. Lebih jauh terdapat pula efek gabungan polusi dan sinar UV pada kesehatan kulit di era perubahan iklim, yang membuat masalah kesehatan kulit semakin meningkat. Ia menjelaskan bahaya potensial yang disebabkan oleh kombinasi faktor ini, dengan menekankan perlunya peningkatan kesadaran dan langkah langkah perlindungan.

Polusi telah lama diakui sebagai ancaman terhadap kesehatan kulit. Namun, penelitian terbaru telah mengungkap bahwa interaksi antara polusi dan radiasi UV memperburuk efek merugikan pada kulit. Kombinasi polusi dan radiasi UV menyebabkan produksi radikal bebas, sangat reaktif yang merusak komponen seluler, termasuk DNA, protein, dan lipid.

Kerusakan ini dapat menyebabkan penuaan dini, melemahnya barrier (sawar) kulit, peningkatan sensitivitas kulit, dan risiko lebih tinggi kambuhnya masalah kulit sebelumnya seperti jerawat, eksim/dermatitis, rosacea, dan lainnya. Juga pembentukan smog, campuran polutan dan radiasi UV. Smog adalah sumber radikal bebas yang kuat, yang memperkuat efek negatifnya pada kulit.

Peningkatan indeks UV yang terkait dengan perubahan iklim lebih meningkatkan dampak polusi pada kesehatan kulit. "Perubahan iklim menyebabkan peningkatan yang mengkhawatirkan pada indeks UV dan tingkat polusi, yang merupakan ancaman serius bagi kulit kita," jelasnya. Kombinasi polusi dan radiasi UV menciptakan lingkungan yang lebih merugikan bagi kulit, bahkan daripada polusi atau UV nya saja secara individual. Kombinasi ini menyebabkan lebih tingginya dampak negatif radikal bebas yang menjadi berkali lipat.

Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *